Minggu, 07 November 2010

Memburu emas ke puncak gunung, eh ketemu pacet...

Ini sebuah sharing pengalaman eksplorasi emas di suatu daerah dengan metode float mapping (pemetaan fragmen-fragmen bijih yang tersebar di permukaan baik permukaan tanah maupun pada alur sungai, gile panjang banget terjemahan Indonesianya). Pemetaan float merupakan metode sederhana untuk mengetahui keberadaan emas atau mineral bijih apa saja yang ada di suatu wilayah. Namun, metode ini tidak bisa diterapkan sembarangan, kecuali kalau kita ingin buang-buang waktu di hutan, hehe.

Ada dua tahap utama dalam eksplorasi mineral bijih, studi pra-lapangan atau istilah asingnya 'desk study', cuman kalau di-Indonesiakan jadi studi meja... lucu jadinya, masak mempelajari meja. Lebih keren pakai istilah studi pra-lapangan (menurut ane neh). Studi pra-lapangan bertujuan untuk mengetahui gambaran geologi regional dari suatu wilayah yang akan dipelajari. Dengan studi ini paling tidak kita sudah tahu batuan dan struktur geologi apa saja yang akan dijumpai. Diharapkan dengan studi awal ini, studi lapangan menjadi lebih efisien, dalam artian tidak semua lokasi di wilayah KP harus didatangi.

Selain itu, dari studi pra-lapangan akan diketahui atau diestimasi kira-kira batuan-batuan mana saja yang mungkin menjadi pembawa bijih dan batuan-batuan mana saja yang mungkin menjadi penjebaknya atau istilahnya kerennya batuan samping (wallrock) serta bagaimana pola sebarannya dapat diketahui dari struktur geologi regionalnya. Bagaimana karakteristik batuan-batuan tersebut? Apakah mempunyai porositas tinggi? Bagaimana tingkat kompaksinya? Banyak pertanyaan yang harus dijawab sebelum ke lapangan memburu emas.

Menurut beberapa bacaan dan lapangan, batuan yang kompak cenderung menghasilkan urat-urat yang tipis atau bahkan tidak ada. Hal ini disebabkan oleh energi untuk memperlebar urat lebih kecil daripada energi statis yang dimiliki batuan samping untuk mempertahankan posisinya. Dengan asumsi perlebaran urat disebabkan oleh boiling (lihat artikel yang lain). Jadi, kalau batuan penutupnya berupa breksi andesit atau lava andesit, kecil sekali kemungkinan untuk mendapatkan urat yang lebar, atau bahkan tidak ditemukan sama sekali. Pada kasus ini pemetaan float tidak begitu berguna karena akan sulit untuk mendapatkan float yang diharapkan.

Menurut bacaan yang lain, pemetaan hidrogeokimia atau metode MMI (mobile metal ion) konon lebih efisien dan bisa menyingkap mineralisasi yang tertutup oleh batuan di atasnya. Cuman metode ini lebih mahal daripada pemetaan float atau langsung, karena dibutuhkan analisis kimia air atau tanah yang cukup banyak dan semua ini uang lho, hehe. Jadi, tanpa perencanaan yang jelas, ke gunung bukannya mendapatkan emas, tetapi malah mendapat serangan pacet.

Oleh karena itu, kepada para pengusaha yang bingung duitnya mau dikemanain, tolong diskusikan dulu dengan ahli geologi ekonomi, sebelum memutuskan apakah KP itu akan dieksplorasi dengan detail atau tidak. Eksplorasi membutuhkan waktu yang panjang, dan tentunya tidak instan.

Tidak ada komentar: