Kamis, 29 November 2007

Lempeng samudra menunjam datar dan patah

Bisakah slab (lempeng samudra) patah ketika menunjam di bawah kerak benua? Jangankan lempeng yang begitu keras, hati saja yang lembut bisa patah... Serius lho... Btw, sebab-musabab lempeng patah ogut belum pernah baca... sorry saja. Namun lempeng patah sudah pernah dibahas di beberapa artikel jurnal, misalnya Setijadji et al (2005) dan ... (sorry, lupa gue).

Yang menarik sih bukan lempeng-nya yang patah, tetapi membelok mendekati horisonal (istilah kerennya, flat subduction). Di Indonesia penampakan seperti ini tidak ada... tetapi di Amerika Latin bagian barat bisa dijumpai di sekitar Nazca (Peru) dan Juan Fernandez (Chile). Penunjaman datar dicirikan oleh perubahan dari penunjaman normal menjadi lebih kurang 30o. Apa keuntungan dari penumjaman datar ini?

Pada saat lempeng menunjam biasa, lempeng mengalami hidrasi dan terjadinya pemendekan kerak pada bagian depan. Sedangkan pada saat belok menjadi datar, litosfer yang yang terletak di atas lempeng akan mengalami hidrasi (atau lempeng mengalami dehidrasi). Nah, ketika lempeng bergerak horisontal, luas permukaan lempeng yang mengalami dehidrasi semakin luas, dan bagian dari kerak bumi yang berpengaruh terhadap pembentukan magmanya menjadi bervariasi. Seperti halnya di Amerika Latin, bagian yang dekat dengan penunjaman pelelehan lempeng membentuk deretan porfiri tembaga (Chile dan Peru termasuk Argentina), sedangkan bagian timurnya yang agak jauh dari penunjaman membentuk deretan porfiri timah yang konon banyak dipengaruhi oleh pelelehan kerak benua.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kebanyakan mineralisasi Cu-Au yang berkaitan dengan sistem busur magmatik, umumnya berasosiasi dengan magmatisme yang menunjukkan tipe magma adakitik (e.g., rasio Sr/Y tinggi dan Yb rendah). Namun, belum ada konsensus tentang asalmula adakit dalam sistem busur (apakah magma dari pelelehan lempeng samudra atau dari evolusi magma yang dihasilkan dari mantel yang dalam?). Dari beberapa litertur diperoleh bahwa magmatisme adakitik berhubungan dengan suatu perubahan geodinamik utama (lempeng samudra patah (slab break-off), penebalan kerak, penunjaman dari litosfer samudra yang panas, atau penunjaman datar). Pembentukan magma adakitik ini mempunyai dampak pada pembentukan endapan porfiri Cu/epitermal.

Itu kira-kira bagaimana lempeng berbelak-belok atau patah... (sorry referensi lempeng patahnya belum ketemu). Ntar kalau ada waktu diterusin deh....

Penunjaman lempeng samudera

Pada artikel "Gempa bumi, apanya yang bergoyang??" dijelaskan bahwa salah satu sisi menarik dari gempa bumi adalah akumulasi mineral ekonimis, seperti logam. Bagaimana cerita selanjutnya, kok gesekan lempeng bisa menghasilkan logam? Kenapa tidak di sepanjang jalur penunjaman dapat dijumpai endapan logam yang ekonomis? Kayak pertanyaan di iklan salah satu obat masuk angin saja...:-).

Sebelum menunjam, lempeng samudra akan mengalami hidrasi terlebih dahulu di bawah kolom air samudra, sehingga kandungan air pada permukaan kerak samudra menjadi meningkat. Ketika menunjam di bawah kerak benua, lempeng yang jenuh air sebagian akan mengalami dehidrasi yang diikuti oleh penurunan suhu leleh dari kerak samudra, sehingga kerak samudra akan mengalami pelelehan sebagian (partial melting), membentuk magma yang bersifat hidrous (karena kemasukan air akibat dehidrasi kerak samudra). Istilah kerennya slab melting. Biasanya magma hasil pelelehan lempeng ini akan mempunyai karakteristik adakitik. Jauh berbeda kalau yang meleleh itu baji mantelnya (ini tidak dibahas pada artikel ini). Ketika magma naik ke bagian yang lebih dangkal dari kerak benua, magma akan mengalami kristalisasi sebagian dimana unsur-unsur yang kompatibel akan membentuk kumpulan mineral sesuai dengan seri reaksi Bowen (mineral fero-magnesia akan mengkristal telebih dahulu). Sedangkan unsur-unsur yang tidak kompatibel dengan RFM (Rock Forming Minerals) akan ikut bersama-sama sisa magma yang masih bercampur dengan sisa air magmatik.

Besarnya rasio unsur inkompatibel dengan kompatibel pada lelehan berikutnya bisa dihitung dengan menggunakan rumus fraksinasi Rayleigh, namun supaya tidak mumet rumus Rayleigh tidak akan dibahas di sini. Btw, fraksinasi ini akan terjadi berulang-ulang hingga lelehan habis mengkristal, dan semakin muda fase batuan, warnanya akan semakin cerah... Hal ini karena jumlah mineral-mineral fero-magnesia semakin lama semakin habis. Ini bisa dibuktikan dengan melihat sebaran batuan intrusi baik pada porfiri timah maupun porfiri tembaga (Grasberg atau Bangka/Belitung (granit multifase).

Bagaimana logam dapat terakumulasi? Ketika terjadi fraksinasi, logam tidak bisa ikut dalam mineral pembentuk batuan. Makanya disebut tidak kompatibel. Logam ini akan ikut pada air magmatik yang tidak mempunyai kesempatan membentuk mineral. Atau dengan kata lain, tidak semua air magmatik dapat diadopsi oleh mineral-mineral hidrous (seperti hornblende, biotit, atau muskovit). Pada fase akhir lelehan yang bagian luarnya telah mengkristal (padat), mengalami jenuh air magmatik, sehingga tekanan air magmatik tidak sanggup ditahan oleh bagian luar padatan dari magma tadi. Akibat tekanan air yang sangat tinggi ini lah timbul retakan-retakan pada bagian luar yang dikenal dengan istilah hidrothermal fracturing. Penghancuran hidrotermal ini disebabkan oleh pendidihan air magmatik atau dikenal dengan istilah second boiling atau retrograde boiling (tergantung prosesnya). Nah, proses inilah yang menyebabkan terbentuknya pipa-pipa breksi (breccia pipe) dan tekstur stockwork pada suatu sistem porfiri. Air magmatik yang kaya akan logam ini (ingat fraksinasi) akhirnya bebas berkeliaran membawa logam kemana-mana. Tinggal anda tunggu kapan air ini tidak sanggup lagi mengangkut logam, di situlah kita akan dapatkan endapan logam yang ekonomis.

Btw, kalau hal di atas hanya erjadi satu kali saja... dan dengan volume magma yang kecil, logam yang terakumulasi menjadi tidak ekonomis. Untuk mencapai level ekonomis minimal harus ada 3 kali fase intrusi yang saling sambung menyambung. Dengan rentang waktu ini larutan hidrotermal dapat bekerja lebih giat untuk mengumpulkan logam-logam yang ada di sekitarnya. Inilah kira-kira mengapa ada intrusi yang kaya akan logam, dan ada yang miskin logam.

Rabu, 28 November 2007

Emas bukan si mas...:-).

Apa itu emas? Emas adalah sebuah mineral, suatu substansi alam, seperti halnya batubara, batu atau batuan, yang terbentuk secara alamiah pada kerak bumi. Emas adalah salah satu unsur, atau substansi yang tidak dapat terubah oleh kimia biasa. Emas memiliki warna yang cemerlang dan karena tidak dapat bereaksi dengan udara, air dan sebagian besar zat kimia, maka sifat cemerlangnya tidak pernah redup. Dalam kondisi alamiah, emas itu lunak dan mudah dibentuk. Jika dipanaskan hingga suhu 1.943 deg F (1.062 deg C) emas akan meleleh dan dapat dituang dalam cetakan untuk membentuk koin, batangan emas, atau objek lainnya.

Menurut legenda, Raja Midas dari Phyrgia (Greece), sangat senang dengan emas dan dia meminta pada Tuhan Dionysius untuk memberinya suatu kekuatan sehingga apa yang dia sentuh menjadi emas. Ketika hal tersebut termasuk makanannya dan anak perempuannya, Raja yang patah-hati tersebut meminta Dionysius untuk membuang sentuhan emasnya (golden touch).

Ke-jarang-an dan keindahan emas memberikannya nilai selama ribuan tahun. Meskipun kata emas hampir sama di beberapa bahasa, misalnya 'gold' dalam bahasa Inggris dan Jerman, 'guld' dalam bahasa Denmark, dan 'gulden' dalam bahasa Belanda. Tidak seperti logam yang lain, yang digunakan oleh manusia purba sebagai alat atau senjata, emas merupakan logam pertama yang digunakan sebagai perhiasan atau obyek dekorasi. Emas dalam bentuk koin pertama dibuat 3.000 tahun yang lalu di Turki. Pada tahun 550 B.C., pada masa Raja Croesus. Limaratus tahun kemudian Julius Caesar menggunakan koin emas untuk membayar tentara Romawi.

Secara geokimia, emas merupakan unsur siderophile (suka akan besi), dan sedikit chalcophile (suka akan belerang). Karena sifatnya ini maka emas banyak berikatan dengan mineral-mineral besi atau stabil pada penyangga besi (magnetit/hematit). Di alam sumber emas terbesar adalah pada intibumi... karena kandungan intibumi adalah ~100% besi, dengan sedikit unsur-unsur ringan, seperti belerang, silikon dan oksigen. Dinamika bumi menyebabkan emas yang jauh di bawah permukaan bumi berpindah ke permukaan, baik melalui aktivitas magmatik maupun sirkulasi hidrotermal (baca artikel tentang larutan hidrotermal).

Beberapa istilah yang perlu diketahui:
  • toz (troy ounce), merupakan satuan emas di dunia pertambangan. 1 toz = 31.1 g.
  • karat, merupakan berat untuk mengukur kemurnian dari emas. Emas 100% disebut sebagai 24 karat, emas 50% = 12 karat, dst.
  • harga emas bervariasi dari waktu-ke-waktu, lihat http://www.kitco.com

Demikian tulisan ngawur tentang emas.

Mine closure: menambal bopeng permukaan bumi

Pertengahan November 2007, saya berkesempatan mengikuti workshop dengan judul 'Life of Mine Planning: Sustainable development principles and practices' yang diselenggarakan oleh AusAID bekerjasama dengan APEC dan Kementrian Energi dan Sumberdaya Mineral RI. Materi pokok dari kursus ini adalah penutupan tambang (mine closure). Ngapain sih mau nutup tambang saja kok repot?

Sebelum tulisan tentang penutupan tambang saya lanjutkan, saya akan bercerita flash back ke beberapa tahun silam, sewaktu saya sekolah di Jerman. Btw, waktu itu saya sempat mengunjungi beberapa tambang tua yang sekarang sudah menjadi museum tambang di sana. Bahkan, museum tambang terdekat dari kampus tempat saya kuliah berada persis di bawah kampus (TU Clausthal). Kampus itu dulu didirikan untuk menyiapkan tenaga kerja untuk pertambangan timbal-selenium di daerah itu dan merupakan kampus tambang tertua kedua di Jerman (didirikan tahun 1825). Di sekitar kampus saya itu terdapat tambang baik yang bawah tanah maupun permukaan. Yang menarik adalah mengenai pengelolaan pasca tambangnya, mungkin bisa ditiru di Indonesia. Tetapi kalau bapak-bapak DPR/D ingin studi banding, jangan deh ke sana. Soalnya tidak ada yang bisa dibeli selain bebatuan atau sovenir dari batu, he..he...

Kembali ke penutupan tambang... Di Clausthal penutupan tambang ada dua macam, untuk tambang bawah tanah tidak dilakukan penutupan, tetapi hanya rehabilitasi. Sehingga, bekas tambang masih bisa digunakan, i.e, untuk museum. Di Jerman museum tambang bisa dijadikan obyek wisata alternatif selain kota-kota tuanya. Berbeda dengan tambang bawah permukaan, tambang permukaan diselesaikan dengan bermacam-macam, ada yang ditutup dan dikembalikan seperti keadaan semula, ada juga yang dibiarkan terbuka, jadi semacam danau-danau buatan kecil. Nah, di Clausthal ada puluhan danau-danau kecil yang dibikin dari sisa penambangan terbuka. Danau-danau ini konon merupakan sumber dari air bawah tanah yang dipakai untuk mensuplai air minum di Jerman bagian utara. Kok air bekas tambang bisa dijadikan sumber air minum?

Sekarang kita akan masuk ke teori yang agak serius...:-(.

Ada banyak alasan mengapa tambang dapat ditutup secara prematur. Hasil riset menunjukkan bahwa penutupan tambang disebabkan beberapa alasan berikut:
  • ekonomi, seperti rendahnya harga komoditas atau tingginya biaya kerja, yang menyebabkan perusahaan pailit
  • geologi, seperti penurunan kualitas atau ukuran bongkah bijih yang tidak terantisipasi sebelumnya, misalnya kesalahan dalam studi pra-kelayakan tambang
  • teknis, kondisi geoteknik yang buruk
  • perubahan kebijakan, yang muncul dari waktu ke waktu, khususnya ketika terjadi perubahan pemerintah
  • tekanan sosial atau masyarakat, khususnya dari organisasi non-pemerintah atau LSM
  • penutupan industri atau pasar di tingkat hilir
  • bencana alam

Sebuah rencana penutupan tambang khususnya tambang terbuka adalah sebuah konsep sederhana. Namun, masih membutuhkan perencanaan dan operasi dari tambang yang sedang berlangsung dan yang akan datang harus berbeda. Industri tambang harus mengambil inisiatif dan tanggungjawab untuk tidak meninggalkan lahan yang terkontaminasi dan tidak meninggalkan sisa tambang dan tailing kepada generasi yang akan datang. Pengenalan akan konsep perencanaan penutupan tambang ke dalam perencanaan tambang akan memberikan kesempatan untuk pertanggung-jawaban ini. Perencanaan penutupan menyediakan metode dan teknik untuk rehabilitasi dari daerah yang terpengaruh oleh tambang, dan memastikan bahwa penutupan tambang tidak akan kompromi terhadap kualitas lingkungan di kemudian hari. Ini juga akan mengurangi risiko lingkungan kepada pemerintah, komunitas lokal, dan pekerja tambang.


Salah satu step di dalam proses perencanaan penutupan adalah EIA (Environmental Impact Assessment) atau kalau diartikan pengkajian dampak lingkungan. Jika ini dilakukan dalam selama proses perijinan dan dilanjutkan selama proses penambangan, maka akan mengurangi biaya penutupan akhir tambang dan akan mengurangi biaya operasi saat itu. Cara terbaik untuk membuat rencana penutupan tambang adalah membuatnya secara progresif selama operasi penambangan berlangsung. Biasanya, beberapa perusahaan tambang yang baik, menemukan bahwa rehabilitasi selama operasi tambang dapat memberikan waktu untuk melakukan eksperimentasi. Monitoring keberhasilan dan kegagalan sebelum pengakhiran tambang akan memberikan fleksibilitas untuk mendapatkan rehabilitasi secara realistis. Di daerah yang masyarakatnya sangat bergantung kepada tambang, perencanaan penutupan harus melewati mitigasi dari dampak sosial-ekonomi. Perencanaan penutupan harus melihat sumber pekerjaan alternatif atau relokasi dari para pekerjanya dan dukungan dari pemerintah lokal dan komunitas pada proyek-proyek dan investasi yang tidak berkaitan dengan tambang.

Sebenarnya masih panjang, ntar capek membacanya... saya juga capek menulisnya... Btw, yang terpenting sebenarnya adalah regulasi pemerintah pemberi ijin tambang. Tetapi terkadang regulasi saja tidak cukup kalau pelaksana regulasi selalu mencari celah-celah untuk mendapatkan keuntungan pribadi. Misalnya, pihak pemerintah (daerah terutama) bersedia melakukan rehabilitasi tambang, sehingga perusahaan tambang menyetorkan biaya yang dialokasikan untuk menutup tambang ke pemda. Begitu tambang ini berakhir, dana yang dikumpulkan di pemda sudah habis, entah dipakai apa... akhirnya penutupan tambang dilakukan seadanya atau kadang tidak dilakukan sama sekali alias ditinggalkan begitu saja. Dari sini lah bibit-bibit kerusakan akibat pertambangan yang banyak dijumpai di negara kita.

Demikian sekilap info...

Selasa, 27 November 2007

Eksperimen... NO, kualitatif... YES!

Apakah geologi itu hanya identik dengan ketidakpastian atau kualitatif? Tidakkah geologi bisa dipakai untuk melakukan prediksi? Ada satu 'special issue' di majalah Geologische Rundschau tahun 2000 silam (sekarang majalah ini berganti nama menjadi, International Journal of Earth Science), tentang prediksi di geologi. Artikel-artikel hasil penelitian maupun eksperimen disajikan dengan bagus dan dalam bahasa Inggris tentunya. Walaupun judul majalahnya dalam bahasa Jerman.

Jangan berpandangan terlalu sempit tentang geologi. Belajar geologi tidak hanya mendeskripsi suatu materi bumi dan susunan keruangannya secara kualitatif saja... Eksperimentasi, penelitian dengan metode empiris juga dapat dilakukan. Sayangnya sejak kuliah Semester 1 hingga selesai selalu dijejali dengan data kualitatif. Data angka dirasa begitu asing bagi kalangan mahasiswa Jurusan Teknik Geologi. Bahkan mungkin di Fakultas Ekonomi yang termasuk ilmu sosial matakuliah yang berhubungan dengan kuantitatif lebih banyak dibandingkan di geologi. Ada apa dengan kuantifikasi di geologi?

Sebenarnya kesalahan terbesar terletak di awal kuliah/praktikum. Mahasiswa baru selalu dijejali dengan sesuatu yang sifatnya kualitatif. Sebagai contoh... ukuran kristal/butir pada deskripsi petrologi/petrografi selalu menggunakan istilah kualitatif. Mahasiswa lebih senang menggunakan ukuran perasaan dibandingkan mengukurnya dengan alat ukur seperti penggaris, mikrometer...:-(. Jadi kalau mereka mendeskripsi, kebanyakan akan menulis, ukuran butir pasir, lempung, atau halus, sedang, kasar. Sebenarnya dari sisi rekayasa ini tidak berarti apa-apa, karena tidak bisa dikuantifikasi. Padahal, sekarang ini sudah berkembang metode kuantitatif untuk segala bidang geologi termasuk pernik-pernik visualisasinya.

Mari ambil contoh bagaimana mengkuantifikasi sesuatu di geologi, mulai dari ilmu dasar (petrologi). Dalam deskripsi petrologi banyak hal yang bisa dinilai dengan kuantitatif, misalnya ukuran butir, tekstur, sortasi, kemas, dlsb. Sayangnya sering mahasiswa dijejali dengan hal-hal yang bersifat kualitatif, misalnya ukuran butir sedang-sedang saja... bukan yang, misalnya... ukuran butir 1,72 - 2.5 mm (rerata 2,02 mm). Secara rekayasa antara ukuran sedang-sedang saja dan 2,02 mm sangat jauh berbeda artinya. Begitu juga pada deskripsi batuan beku, misalnya ada istilah tekstur 'inequigranular' (ukuran tidak seragam). Tekstur ini bisa dikuantifikasi dengan menghitung bagaimana distribusi ukuran butirnya (CSD, Crystal Size Distribution). Contoh yang lain, sortasi jelek. Semua mahasiswa maupun lulusan geologi pasti tahu bagaimana sortasi yang jelek itu. Dari sisi rekayasa tidak artinya sampai disebutkan berapa indeks sortasinya.

Bagaimana dengan eksprimen? Bisakah geologi melakukan eksperimen? Sebenarnya gampang aja (niru istilahnya Gus Dur/Gus Pur). Yang paling sederhana, misalnya campurkan beberapa ukuran butir material yang persen tiap ukuran butirnya sudah ditentukan. Lalu letakkan dalam kolom, dan beri tekakan tertentu lalu ukur porositas dan permeabilitasnya. Dari eksperimen ini kita akan mendapatkan parameter ukuran butir (termasuk sortasi), dan tekanan. Parameter lain yang ditentukan adalah porositas dan permeabilitas. Eksperimen ini akan menghasilkan prediksi empiris dari porositas dan permeabilitas terhadap fungsi ukuran butir dan tekanan. Eksperimen yang sederhana dan mudah bukan? Tetapi masih lebih mudah jadi klik boy, he..he...

Demikian sekilas info...

Senin, 26 November 2007

Meso- dan hipotermal, baju yang sudah usang

Hal menarik dari presentasi IAGI di Denpasar awal November 2007 kemarin adalah beberapa presenter menggunakan istilah "mesotermal" yang penggunaannya saat ini di dunia geologi ekonomi sudah sangat jarang.

Dalam kuliah Endapan Mineral untuk mahasiswa tingkat akhir Jurusan Teknik Geologi biasanya diperkenalkan klasifikasi endapan mineral menurut Lindgren (1933), yang terdiri atas epitermal, mesotermal, dan hipotermal. Pembagian ini didasarkan atas kontras suhu dan kedalaman pembentukan endapan ini. Namun, pada perkembangan selanjutnya dua dari tiga istilah tersebut sangat jarang digunakan, bahkan istilah hipotermal yang dulu diperuntukkan pada endapan yang terbentuk pada lingkungan yang dalam (3-15 km) dengan suhu ~300-600oC tidak pernah lagi digunakan. Orang lebih mudah memahami istilah sistem porfiri dibandingkan hipotermal. Hal ini didasarkan atas karakteristik tekstur dan proses pembentukannya.

Bagimana dengan istilah mesotermal? Apakah begitu suhu pembentukan mineral mencapai/melebihi 300oC suatu endapan bisa dikelompokkan ke dalam mesotermal, seperti pada presentasi di IAGI November 2007 yang lalu? Menurut Lindgren (1933), endapan mesotermal terbentuk pada kedalaman sedang (1,2-4,5 km) dengan kisaran suhu 200-300oC. Namun, pada perkembangan modern, istilah mesotermal lebih difokuskan pada mineralisasi yang berhubungan dengan proses orogenesa (orogenic gold), seperti zear zone, metamorphic lode, orogenic, atau greenstone belt. Jadi, endapan mesotermal difokuskan pada endapan logam (emas) yang berasosiasi dengan proses pembentukan batuan metamorfik.

Jadi kalau dilihat dari suhu pembentukannya, memang endapan mesotermal pasti di antara 200-300oC bahkan lebih dari 300oC. Meskipun demikian, mineralisasi yang masih berhubungan dengan sistem porfiri, mendekati 300-an deg masih dianggap sebagai endapan epitermal, jadi bukan termasuk mesotermal. Sebenarnya, faktor suhu ini akan berhubungan dengan logam apa yang akan terdeposisi dan ligan apa yang akan mengantarkan logam pada tempat pengendapannya. Penelitian terhadap suhu pembentukan saat ini tidak menjadi pusat perhatian dalam endapan logam, tetapi lebih ditekankan kepada mekanisme pengangkutan (jenis larutan dan ligan) dan sumber larutan pembentuk endapan itu sendiri (isotop stabil).

Bagaimana ciri-ciri endapan mesotermal atau yang lebih dikenal dengan istilah shear zone, lode atau orogenic? Endapan mesotermal terbentuk oleh hasil ekstraksi logam dari batuan pembawanya, misalnya batuan pelitik (lempung, lanau) atau basalt pada proses pembentukan pegunungan (orogenesa). Ekstraksi logam khususnya emas dikontrol oleh penyangga karbon dioksida (diistilahkan sebagai sekresi metamorfik). Jadi, kalau kita mendapatkan conto urat kuarsa dan dianalisis inklusi fluidanya akan diperoleh inklusi yang kaya akan CO2.

Masih akan berlanjut...:-).

Rabu, 07 November 2007

Menulis skripsi: wordprocessor vs documentprocessor?

Menulis skripsi/tesis/disertasi tidak sama dengan menulis surat atau naskah-naskah pendek yang tidak membutuhkan konsentrasi untuk menatanya. Namun, kebanyakan dari pengguna komputer memakai perangkatlunak tanpa mempertimbangkan fitur/task dari suatu perangkatlunak tersebut. Misalnya, kapan kita akan mengetik dengan wordprocessor dan kapan dengan documentprocessor? Atau mungkin anda belum pernah mendengar perbedaan di antara kedua istilah ini?

Kalau diterjemahkan secara word-to-word, istilah wordprocessor dapat diartikan sebagai pengolah kata sedangkan documentprocessor sebagai pengolah naskah/dokumen. Meskipun saat ini perangkatlunak pengolah kata telah dilengkapi dengan semacam template untuk mengolah suatu dokumen, namun prinsip dasarnya masih sebagai pengolah kata, bukan pengolah dokumen. Ada beberapa contoh perangkatlunak pengolah kata ini, misalnya MicrosoftWord, OpenOffice.org Writer, WordPerfect (entah masih ada atau tidak), KWord, dlsb. Sedangkan pengolah naskah, misalnya LaTeX, LyX, TeXmacs, dan ... ada satu lagi, lupa.

Btw, apa perbedaan kedua macam alat bantu penulisan ini? Dari artinya saja sudah jelas, bahwa pengolah kata akan mengolah naskah anda kata-demi-kata. Dalam hal ini konsistensi layout tidak 'dipaksa' oleh si perangkatlunak. Misalnya, meskipun anda telah memilih atau membuat template suatu buku, namun di sana-sini tiap komponen kata masih bisa anda ubah. Jadi, konsistensi hasil dari model penulisan semacam ini tidak bisa diandalkan. Berbeda dengan pengolah naskah. Perangkatlunak pengolah naskah juga menggunakan template atau makro untuk mengatur layout isi dari seluruh naskah. Untuk mengubah salah satu bagian kecil dari naskah membutuhkan suatu perintah khusus, dan ini biasanya jarang dilakukan... karena akan membuang-buang waktu. Di sini konsistensi komponen naskah dapat dijaga.

Bagaimana dengan menulis skripsi/tesis/disertasi? Tinggal anda pilih, mau capek-capek mengatur komponen naskah anda satu-per-satu atau biarkan perangkatlunak anda yang mengaturnya. Jika anda sangat sibuk, dan effort untuk mensunting naskah anda sangat sedikit, gunakan pengolah naskah... lupakan saja pengolah kata anda, he..he... Namun, ini juga butuh waktu untuk belajar, tetapi barangkali tidak sebanding dengan waktu yang akan anda keluarkan sebagai effort pada pemakaian pengolah kata.

Lalu, apa kelebihannya memakai pengolahnaskah? Ada banyak kelebihan selain makro seperti yang sudah disinggung di atas, misalnya, penomoran baik tabel maupun gambar secara otomatis, struktur naskah yang konsisten, acuan silang yang sangat tepat, citasi yang terintegrasi dengan daftar pustaka (dengan database). Kalau anda menggunakan pengolahkata, semua ini memerlukan effort yang tidak sedikit.

Selamat mencoba...!