Dari judulnya saja sudah bisa ditebak isinya... yang namanya pasir timah ya pasti pasir yang mengandung timah. Pasir timah ini dalam ilmu geologi ekonomi dikenal sebagai endapan timah plaser. Timah plaser ini merupakan hasil dari pelapukan mekanis endapan timah primer (entah itu timah porfiri atau timah epitermal). Di Indonesia enapan timah primer mungkin sudah tidak ada lagi atau ada tapi tidak ekonomis. Pelapukan mekanis maksudnya, batuan mengalami pelapukan karena faktor pemanasan dan tekanan, sehingga terpisahkan menjadi butiran-butiran kecil dalam ukuran pasir (1/16-2 mm). Akumulasi (terkumpulnya) pasir timah ini karena beratjenisnya lebih tinggi dari pasir biasa.
Btw, anda mungkin tidak asing dengan istilah timah (Sn), lebih tepatnya timah putih... Karena di Indonesia ada juga istilah timah hitam atau timbal (Pb). Kenapa disebut timah hitam, saya belum dapat referensi tentang hal itu. Kembali ke timah putih yang dalam tulisan ini akan ditulis 'timah' saja. Indonesia pada waktu lampau (entah berapa tahun yang lalu), pernah menduduki sebagai penghasil timah plaser terbesar di dunia. Timah plaser merupakan timah dalam bentuk pasir lepas... namun bukan timah murni lho... Di alam sangat sulit menjumpai timah dalam bentuk murni (Sn), namun biasanya dijumpai berikatan dengan unsur lain, misalnya oksigen membentuk kasiterit (SnO2) atau stanit (Cu2FeSnS4). Bagaimana proses pembentukan mineral timah ini di alam akan dibahas pada artikel yang lain.
Pasir timah di kepulauan Riau, meskipun sudah ditambang cukup lama... hingga saat ini penduduk masih menambangnya untuk dijual ke para tengkulak (istilah kasarnya, soalnya mereka membeli dengan harga murah sih...). Sebenarnya apa sih yang menarik dari mineral yang mengandung timah ini? Apakah timahnya saja? Atau ada unsur ikutan yang lainnya yang mungkin jauh lebih menarik? Bijih timah biasanya tidak hanya mengandung timah saja, yang secara geokimia masih ada unsur ikutan yang lainnya yang mungkin cukup menarik untuk diambil, misalnya tungsten (W), tantalum (Ta), litium (Li) dan thorium (Th). Dari referensi yang saya dapat, kandungan bijih timah rata-rata untuk daerah Tikus (Belitung): 23g/t Ta, 0,12% Li, 0,3% Sn, 55g/t Th, dan 0,11% W... sedangkan di Kelapa Kampit: <5g/t Ta, 22g/t Li, 1,3% Sn, 28g/t Th, dan 94g/t W.
Mungkin anda bingung dengan angka-angka ini. Satuan g/t berarti dalam satu ton bijih akan diperoleh 1 gram unsur itu. Jadi, kalau kita mendapatkan satu ton pasir timah di daerah Tikus, kemungkinan kita akan memperoleh 23 gram Ta, 1,2 Kg Li, dst. Timah mungkin sudah biasa, tetapi lithium dan tungsten? Wow... cukup besar. Namun di Indonesia mungkin susah memprosesnya. Yang beruntung sih si cukong-cukong di negara sebelah. Pertanyaannya, sampai kapan kita akan begini terus alias tertipu oleh cukong dari negara sebelah? Atau kita sangat bangga ditipu...:-( dengan dalih, sesama ASEAN bersaudara, hik.
Rabu, 17 Oktober 2007
Senin, 08 Oktober 2007
Dukun geologi: bisakah gempabumi diramal?
Kita membayangkan negeri nan indah yang terletak di busur kepulauan dan kaya akan sumberdaya alamnya. Bagai negeri impian, namun di balik keindahan itu terpendam bahaya geologi yang cukup dasyat yang sewaktu-waktu bisa menghantam negeri impian ini. Salah satunya adalah bencana gempabumi. Tulisan ini terinspirasi oleh Surat Pembaca di Kompas, 7/6/2006 (kalau gak salah) mengenai peramalan bencana gempabumi. Benarkah gempabumi bisa diramal?
Indonesia terletak bagian tepi selatan dari lempeng Eurasia. Penunjaman lempeng Australia dari selatan dan lempeng Pasifik dari timur laut menjadikan Indonesia sebagai sebagian dari cincin api dunia (ring of fire) atau lebih tepatnya lingkaran gunungapi. Telah dijelaskan pada artikel yang lain (lihat tulisan sebelumnya), bahwa pergerakan lempeng Australia ke utara mendekati sekitar 12-an cm/tahun. Pergerakan yang sangat lambat tentunya. Jika pergerakan ini konstan kita tidak akan pernah merasakan apa-apa. Namun, bumi ini dinamis. Seperti orang membawa mobil atau motor, kadang jalanan macet hingga kendaraan harus berhenti, kadang jalanan kosong sehingga laju kendaraan mengalam percepatan. Pergerakan lempeng pun identik dengan dinamika pengendara mobil ini. Kadang tidak bergerak sama sekali, kadang tiba-tiba bergerak. Pergerakan tiba-tiba ini yang menghasilkan gempa. Nah, apakah ahli ilmu kebumian bisa meramal gempa?
Sebelum kita diskusikan masalah ini, mari kita lihat fenomena gempabumi yang pernah terjadi di Indonesia. Berikut ini adalah daftar gempabumi yang terjadi di Indonesia dalam kurun <5 tahun yang bersumber dari data KCM dapat dilihat pada Tabel Data Gempabumi Indonesia
Dari data di atas, terlihat bahwa betapa gempa muncul sangat tidak teratur dan tidak berpola. Jangankan linear (seperti yang ditulis di Surat Pembaca Kompas), metode tidak linear dan tidak beraturan seperti fractal saja sampai saat ini tidak dapat digunakan untuk meramal gempa secara pasti kapan akan terjadi. Hal seperti ini mirip dengan menduga manusia kapan pastinya akan lahir dan mati. Itulah dinamika bumi. Meskipun demikian, upaya untuk mencari fakta-fakta penanda gempa sebelum gempa terjadi (precursor) masih terus dicari. Beberapa kelompok ahli kebumian pernah mengklaim metodenya bisa dipakai untuk meramal gempa, tetapi pada gempa berikutnya metodenya meleset. Misteri munculnya gempa yang tiba-tiba masih merupakan misteri alam yang hingga saat ini belum bisa diramal.
Btw, kita tidak perlu memikirkan kapan akan terjadi gempabumi. Yang perlu dipikirkan adalah dimana daerah-daerah yang rawan terhadap gempa. Dalam hal ini, pertimbangan ahli geologi dan geofisika sangat dibutuhkan untuk menentukan daerah-daerah seperti ini (pembuatan peta zonasi kerentanan gempa). Dari peta ini akan dapat dirancang jenis-jenis bangunan untuk zona tertentu. Zona mana yang harus dihindari untuk bangunan-bangunan publik, seperti gedung-gedung bertingkat/hotel. Sehingga ketika gempa terjadi lagi, kerusakan yang diakibatkannya dapat ditekan seminimal mungkin. Gempa tidak membunuh manusia, tetapi bangunan yang hancur lah yang membuat manusia mengalami luka-luka atau bahkan terbunuh.
Langkah lain yang harus dipertimbangkan adalah membuat rumah-rumah tahan gempa. Rumah-rumah tradisional sebenarnya sangat tahan terhadap gempa. Di Yogyakarta ada rumah Joglo, Bali ada rumah tradisional Bali, Sulawesi/Kalimantan ada rumah panggung. Rumah-rumah seperti ini sebenarnya didesain oleh pendahulu/nenek moyang kita untuk menghadapi gempa, karena sejak jaman dulu nenek moyang kita sudah terbiasa dengan gempa. Kita terjebak pada modernisasi. Modernisasi telah merubah kekayaan budaya (rumah-rumah tradisional) menjadi rumah modern yang sangat rentan terhadap gempa.
Saran bacaan
Indonesia terletak bagian tepi selatan dari lempeng Eurasia. Penunjaman lempeng Australia dari selatan dan lempeng Pasifik dari timur laut menjadikan Indonesia sebagai sebagian dari cincin api dunia (ring of fire) atau lebih tepatnya lingkaran gunungapi. Telah dijelaskan pada artikel yang lain (lihat tulisan sebelumnya), bahwa pergerakan lempeng Australia ke utara mendekati sekitar 12-an cm/tahun. Pergerakan yang sangat lambat tentunya. Jika pergerakan ini konstan kita tidak akan pernah merasakan apa-apa. Namun, bumi ini dinamis. Seperti orang membawa mobil atau motor, kadang jalanan macet hingga kendaraan harus berhenti, kadang jalanan kosong sehingga laju kendaraan mengalam percepatan. Pergerakan lempeng pun identik dengan dinamika pengendara mobil ini. Kadang tidak bergerak sama sekali, kadang tiba-tiba bergerak. Pergerakan tiba-tiba ini yang menghasilkan gempa. Nah, apakah ahli ilmu kebumian bisa meramal gempa?
Sebelum kita diskusikan masalah ini, mari kita lihat fenomena gempabumi yang pernah terjadi di Indonesia. Berikut ini adalah daftar gempabumi yang terjadi di Indonesia dalam kurun <5 tahun yang bersumber dari data KCM dapat dilihat pada Tabel Data Gempabumi Indonesia
Dari data di atas, terlihat bahwa betapa gempa muncul sangat tidak teratur dan tidak berpola. Jangankan linear (seperti yang ditulis di Surat Pembaca Kompas), metode tidak linear dan tidak beraturan seperti fractal saja sampai saat ini tidak dapat digunakan untuk meramal gempa secara pasti kapan akan terjadi. Hal seperti ini mirip dengan menduga manusia kapan pastinya akan lahir dan mati. Itulah dinamika bumi. Meskipun demikian, upaya untuk mencari fakta-fakta penanda gempa sebelum gempa terjadi (precursor) masih terus dicari. Beberapa kelompok ahli kebumian pernah mengklaim metodenya bisa dipakai untuk meramal gempa, tetapi pada gempa berikutnya metodenya meleset. Misteri munculnya gempa yang tiba-tiba masih merupakan misteri alam yang hingga saat ini belum bisa diramal.
Btw, kita tidak perlu memikirkan kapan akan terjadi gempabumi. Yang perlu dipikirkan adalah dimana daerah-daerah yang rawan terhadap gempa. Dalam hal ini, pertimbangan ahli geologi dan geofisika sangat dibutuhkan untuk menentukan daerah-daerah seperti ini (pembuatan peta zonasi kerentanan gempa). Dari peta ini akan dapat dirancang jenis-jenis bangunan untuk zona tertentu. Zona mana yang harus dihindari untuk bangunan-bangunan publik, seperti gedung-gedung bertingkat/hotel. Sehingga ketika gempa terjadi lagi, kerusakan yang diakibatkannya dapat ditekan seminimal mungkin. Gempa tidak membunuh manusia, tetapi bangunan yang hancur lah yang membuat manusia mengalami luka-luka atau bahkan terbunuh.
Langkah lain yang harus dipertimbangkan adalah membuat rumah-rumah tahan gempa. Rumah-rumah tradisional sebenarnya sangat tahan terhadap gempa. Di Yogyakarta ada rumah Joglo, Bali ada rumah tradisional Bali, Sulawesi/Kalimantan ada rumah panggung. Rumah-rumah seperti ini sebenarnya didesain oleh pendahulu/nenek moyang kita untuk menghadapi gempa, karena sejak jaman dulu nenek moyang kita sudah terbiasa dengan gempa. Kita terjebak pada modernisasi. Modernisasi telah merubah kekayaan budaya (rumah-rumah tradisional) menjadi rumah modern yang sangat rentan terhadap gempa.
Saran bacaan
- Achenbach, J., Essick, P., 2006. Di bagian mana gempa akan menyerang bumi? National Geographic (Indonesia) 04/2006.
- Geller, R.J., Jackson, D.D., Kagan, Y.Y., Mulargia, F., 1996. Enhanced: Earthquakes cannot be predicted. Science 275: 1616 (Science-Online)
- Hough, S. E., 2005. Earthquake: Predicting the unpredictable? Geotimes 03/2005.
- Main, I., 1999. Is the reliable prediction of individual earthquakes a realistic scientific goal? Nature 397.
Rabu, 03 Oktober 2007
Boiling: apanya yang mendidih?
Istilah boiling sangat populer di dunia geologi endapan logam, terutama emas dan tembaga. Saking populernya, ada mahasiswa yang belum apa-apa sudah nyeletuk, "boiling, pak". Apa itu boiling? Menurut wikipedia, boiling adalah suatu tipe transisi fase, yang biasanya terjadi ketika cairan dipanaskan hingga melampaui titik didihnya (mendidih). Makanya ada istilah di restoran, telur matang (boiled-egg), yang artinya telur yang sudah dimasak. Jadi, boiling secara gampangnya dapat diartikan sebagai pendidihan.
Bagaimana boiling dalam konteks pembentukan mineral bijih? Mahasiswa yang pernah mengambil Geologi Mineral Bijih pasti tahu, bahwa batas antara precious- dan base-metal ada pada zona boiling. Istilah ini umumnya dipakai pada endapan tipe epitermal dan/atau mesotermal. Mengapa terjadi boiling pada sistem epitermal? Pembentukan mineral bijih hidrotermal tidak dapat lepas dari larutan hidrotermal. Apa itu larutan hidrotermal silakan dibaca pada artikel sebelumnya. Larutan hidrotermal dihasilkan baik karena kontak air meteorik dengan suatu tubuh intrusi atau air sisa dari magma yang telah membeku. Anda tentu ingat titik didih air sangat tergantung pada suhu dan tekanan. Semakin tinggi tekanan titik didih akan semakin tinggi, dan sebaliknya. Ketika larutan hidrotermal ini naik, pada level tertentu terjadi pergeseran titik eutektik air, di mana tekanan menjadi lebih rendah dari sebelumnya. Hal ini menyebabkan titik didih air menjadi turun. Pada level inilah larutan hidrotermal mengalami boiling.
Mengapa emas banyak ditemukan pada zona boiling tersebut? Pada artikel sebelumnya telah dijelaskan bahwa emas pada suhu rendah sangat mudah ditransport dalam bentuk sulfida kompleks dan pengendapan emas dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti naiknya pH, penurunan suhu larutan, hilangnya hidrogen sulfida, dan diserap oleh mineral lain. Apa yang terjadi ketika boiling? Ketika boiling terjadi pelepasan gas, dimana HS- lepas dari larutan membentuk gas H2S. Ketika gas H2S bebas, maka emas akan mengendap. Di sisi lain pelepasan gas H2S akan merubah sifat larutan dari sedikit asam menjadi netral atau agak basa. Pada kondisi ini emas atau logam lain juga akan mengendap. Jadi, ketika boiling, emas tidak dapat berjalan-jalan bebas karena pembawanya telah pergi. Si ligan bilang, "daku pergi, kau tak kubawa..."
Nah demikian kira-kira yang terjadi, mengapa emas dapat dijumpai pada zona boiling? Lalu, apa bedanya boiling ini dengan retrograde boiling (second boiling)? Istilah terakhir ini dikenal di dunia sistem porfiri tembaga atau porfiri timah.
Bagaimana boiling dalam konteks pembentukan mineral bijih? Mahasiswa yang pernah mengambil Geologi Mineral Bijih pasti tahu, bahwa batas antara precious- dan base-metal ada pada zona boiling. Istilah ini umumnya dipakai pada endapan tipe epitermal dan/atau mesotermal. Mengapa terjadi boiling pada sistem epitermal? Pembentukan mineral bijih hidrotermal tidak dapat lepas dari larutan hidrotermal. Apa itu larutan hidrotermal silakan dibaca pada artikel sebelumnya. Larutan hidrotermal dihasilkan baik karena kontak air meteorik dengan suatu tubuh intrusi atau air sisa dari magma yang telah membeku. Anda tentu ingat titik didih air sangat tergantung pada suhu dan tekanan. Semakin tinggi tekanan titik didih akan semakin tinggi, dan sebaliknya. Ketika larutan hidrotermal ini naik, pada level tertentu terjadi pergeseran titik eutektik air, di mana tekanan menjadi lebih rendah dari sebelumnya. Hal ini menyebabkan titik didih air menjadi turun. Pada level inilah larutan hidrotermal mengalami boiling.
Mengapa emas banyak ditemukan pada zona boiling tersebut? Pada artikel sebelumnya telah dijelaskan bahwa emas pada suhu rendah sangat mudah ditransport dalam bentuk sulfida kompleks dan pengendapan emas dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti naiknya pH, penurunan suhu larutan, hilangnya hidrogen sulfida, dan diserap oleh mineral lain. Apa yang terjadi ketika boiling? Ketika boiling terjadi pelepasan gas, dimana HS- lepas dari larutan membentuk gas H2S. Ketika gas H2S bebas, maka emas akan mengendap. Di sisi lain pelepasan gas H2S akan merubah sifat larutan dari sedikit asam menjadi netral atau agak basa. Pada kondisi ini emas atau logam lain juga akan mengendap. Jadi, ketika boiling, emas tidak dapat berjalan-jalan bebas karena pembawanya telah pergi. Si ligan bilang, "daku pergi, kau tak kubawa..."
Nah demikian kira-kira yang terjadi, mengapa emas dapat dijumpai pada zona boiling? Lalu, apa bedanya boiling ini dengan retrograde boiling (second boiling)? Istilah terakhir ini dikenal di dunia sistem porfiri tembaga atau porfiri timah.
Langganan:
Postingan (Atom)