Kamis, 09 Agustus 2007

Munir yang malang: arsenik, karakteristik dan sumber alaminya

Setahun yang lalu, tim dokter Belanda berhasil mengungkap kasus kematian Munir yang malang itu. Hasil otopsi dari dokter tersebut menyatakan bahwa Munir meninggal karena kelebihan kadar arsenik dalam tubuhnya. Kasus ini pada awalnya cukup heboh, namun seperti biasa kasus-kasus heboh semacam ini selalu berakhir dengan ketidakjelasan. Kemudian muncul kasus yang lain, seperti pencemaran logam berat di teluk Buyat. Kasus ini pun tidak secara tuntas terselesaikan. Banyak pengamat maupun peneliti independen sudah diturunkan, namun lagi-lagi masyarakat tidak mendapat suguhan hasil yang memuaskan. Tulisan ini bertujuan untuk memberi gambaran mengenai arsenik, sumbernya di alam baik alami maupun antropogenik (hasil sampingan dari aktivitas manusia).

Arsenik merupakan suatu unsur yang ada di mana-mana (seperti judul sinetron religi saja...:-)) dan dapat dimobilisasi melalui kombinasi beberapa proses alamiah, seperti pelapukan dan erosi, aktivitas biologis, dan emisi gunungapi, dan aktivitas manusia (antropogenik). Meskipun demikian sebagian masalah lingkungan akibat arsenik merupakan hasil dari mobilisasi pada kondisi alamiah, dampak antropogenik rupa-rupanya cukup siginifikan, terutama karena beberapa macam aktivitas, seperti pertambangan, pembakaran bahan bakar fosil, penggunaan pestisida, herbisida, pengawetan tanaman, dan zat tambahan berbasis arsenik untuk pengawetan bahan makanan ternak.

Secara alamiah, arsenik dapat bersumber dari beberapa mineral, seperti arsenolit [As2O3], skorodit [FeAsO4·2H2O], austinit [CaZn(AsO4)OH], pirit berarsen [Fe(S,As)2], arsenopirit [FeAsS], loelingit [FeAs2], realgar [AsS], orpimen [As2S3], kobaltit [CoAsS], dan nikolit [NiAs]. Mineral-mineral ini umumnya dalam bentuk padat, sehingga belum berbahaya bagi mahluk hidup khususnya manusia. Dalam lingkungan air, arsenik lebih banyak dalam bentuk anorganik, organik, dan biologi. Bentuk-bentuk penting arsenik di alam meliputi: (a) kelompok arsenik anorganik, seperti arsin [AsH3], arsenit [As(OH)3], arsenat [atau asam arsenik, H3AsO4]; (b) kelompok arsenik metil, seperti metilarsin [AsH2CH3], trimetilarsin [As(CH3)3]; (c) kelompok organoarsenik, seperti arsenokolin [(CH3)3AsCH2CH2O], roksarson [C6H6AsNO6]; dan (d) lipida organoarsenik.

Di lihat dari jenis-jenis ikatan kimia arsenik di atas, maka arsenik dapat hadir dalam beberapa kondisi dan bentuk oksidasi dalam tanah dan air. Dalam air, As dapat hadir dalam kondisi oksidasi +5, +3, 0, dan -3. Arsenit, As(III), dan arsin (AsH3, dimana kondisi oksidasi As adalah -3) mempunyai sifat yang jauh lebih beracun daripada arsenat, As(V). Oksida mangan (III/IV) dapat mengoksidasi As(III) menjadi As(V). Kehadiran oksida mangan pada lingkungan yang mengandung As(III) dapat melemahkan kekuatan racun dari arsenik tersebut.

Bagaimana pengaruh arsenik terhadap kesehatan manusia? Kemampuan arsenik sebagai suatu racun dan "curative" telah diketahui oleh manusia sejak dulu, namun mekanisme biokimia secara lebih rinci dibalik pengaruhnya cukup komplek dan tidak lengkap. Organ manusia dapat memetabolis arsenik melalui beberapa mekanisme, seperti reaksi metilasi, oksidasi dan reduksi, dan terikat dalam protein. Toksisitas dari arsenik dapat terjadi melalui dua macam skenario.

Saran bacaan
  • Fuge, R. (2005) Anthropogenic sources. Dalam: Selinus, O., B.J. Halloway, J.A. Centeno, R.B. Finkelman, R. Fuge, U. Lindh, P. Smedley (eds), Essentials of medical geology: Impacts of the natural environment on public health. pp. 43-60.
  • Hopenhayn, C. (2006) Arsenic in drinking water: Impact on human health. Elements 2: 103-107.
  • Smedley, P. & D.G. Kinniburgh (2005) Arsenic in groundwater and the environment. Dalam: Selinus, O., B.J. Halloway, J.A. Centeno, R.B. Finkelman, R. Fuge, U. Lindh, P. Smedley (eds), Essentials of medical geology: Impacts of the natural environment on public health. pp. 263-299..
  • Vaughan, D.J. (2006) Arsenic. Elements 2: 71-75.

Tidak ada komentar: