Rabu, 28 November 2007

Mine closure: menambal bopeng permukaan bumi

Pertengahan November 2007, saya berkesempatan mengikuti workshop dengan judul 'Life of Mine Planning: Sustainable development principles and practices' yang diselenggarakan oleh AusAID bekerjasama dengan APEC dan Kementrian Energi dan Sumberdaya Mineral RI. Materi pokok dari kursus ini adalah penutupan tambang (mine closure). Ngapain sih mau nutup tambang saja kok repot?

Sebelum tulisan tentang penutupan tambang saya lanjutkan, saya akan bercerita flash back ke beberapa tahun silam, sewaktu saya sekolah di Jerman. Btw, waktu itu saya sempat mengunjungi beberapa tambang tua yang sekarang sudah menjadi museum tambang di sana. Bahkan, museum tambang terdekat dari kampus tempat saya kuliah berada persis di bawah kampus (TU Clausthal). Kampus itu dulu didirikan untuk menyiapkan tenaga kerja untuk pertambangan timbal-selenium di daerah itu dan merupakan kampus tambang tertua kedua di Jerman (didirikan tahun 1825). Di sekitar kampus saya itu terdapat tambang baik yang bawah tanah maupun permukaan. Yang menarik adalah mengenai pengelolaan pasca tambangnya, mungkin bisa ditiru di Indonesia. Tetapi kalau bapak-bapak DPR/D ingin studi banding, jangan deh ke sana. Soalnya tidak ada yang bisa dibeli selain bebatuan atau sovenir dari batu, he..he...

Kembali ke penutupan tambang... Di Clausthal penutupan tambang ada dua macam, untuk tambang bawah tanah tidak dilakukan penutupan, tetapi hanya rehabilitasi. Sehingga, bekas tambang masih bisa digunakan, i.e, untuk museum. Di Jerman museum tambang bisa dijadikan obyek wisata alternatif selain kota-kota tuanya. Berbeda dengan tambang bawah permukaan, tambang permukaan diselesaikan dengan bermacam-macam, ada yang ditutup dan dikembalikan seperti keadaan semula, ada juga yang dibiarkan terbuka, jadi semacam danau-danau buatan kecil. Nah, di Clausthal ada puluhan danau-danau kecil yang dibikin dari sisa penambangan terbuka. Danau-danau ini konon merupakan sumber dari air bawah tanah yang dipakai untuk mensuplai air minum di Jerman bagian utara. Kok air bekas tambang bisa dijadikan sumber air minum?

Sekarang kita akan masuk ke teori yang agak serius...:-(.

Ada banyak alasan mengapa tambang dapat ditutup secara prematur. Hasil riset menunjukkan bahwa penutupan tambang disebabkan beberapa alasan berikut:
  • ekonomi, seperti rendahnya harga komoditas atau tingginya biaya kerja, yang menyebabkan perusahaan pailit
  • geologi, seperti penurunan kualitas atau ukuran bongkah bijih yang tidak terantisipasi sebelumnya, misalnya kesalahan dalam studi pra-kelayakan tambang
  • teknis, kondisi geoteknik yang buruk
  • perubahan kebijakan, yang muncul dari waktu ke waktu, khususnya ketika terjadi perubahan pemerintah
  • tekanan sosial atau masyarakat, khususnya dari organisasi non-pemerintah atau LSM
  • penutupan industri atau pasar di tingkat hilir
  • bencana alam

Sebuah rencana penutupan tambang khususnya tambang terbuka adalah sebuah konsep sederhana. Namun, masih membutuhkan perencanaan dan operasi dari tambang yang sedang berlangsung dan yang akan datang harus berbeda. Industri tambang harus mengambil inisiatif dan tanggungjawab untuk tidak meninggalkan lahan yang terkontaminasi dan tidak meninggalkan sisa tambang dan tailing kepada generasi yang akan datang. Pengenalan akan konsep perencanaan penutupan tambang ke dalam perencanaan tambang akan memberikan kesempatan untuk pertanggung-jawaban ini. Perencanaan penutupan menyediakan metode dan teknik untuk rehabilitasi dari daerah yang terpengaruh oleh tambang, dan memastikan bahwa penutupan tambang tidak akan kompromi terhadap kualitas lingkungan di kemudian hari. Ini juga akan mengurangi risiko lingkungan kepada pemerintah, komunitas lokal, dan pekerja tambang.


Salah satu step di dalam proses perencanaan penutupan adalah EIA (Environmental Impact Assessment) atau kalau diartikan pengkajian dampak lingkungan. Jika ini dilakukan dalam selama proses perijinan dan dilanjutkan selama proses penambangan, maka akan mengurangi biaya penutupan akhir tambang dan akan mengurangi biaya operasi saat itu. Cara terbaik untuk membuat rencana penutupan tambang adalah membuatnya secara progresif selama operasi penambangan berlangsung. Biasanya, beberapa perusahaan tambang yang baik, menemukan bahwa rehabilitasi selama operasi tambang dapat memberikan waktu untuk melakukan eksperimentasi. Monitoring keberhasilan dan kegagalan sebelum pengakhiran tambang akan memberikan fleksibilitas untuk mendapatkan rehabilitasi secara realistis. Di daerah yang masyarakatnya sangat bergantung kepada tambang, perencanaan penutupan harus melewati mitigasi dari dampak sosial-ekonomi. Perencanaan penutupan harus melihat sumber pekerjaan alternatif atau relokasi dari para pekerjanya dan dukungan dari pemerintah lokal dan komunitas pada proyek-proyek dan investasi yang tidak berkaitan dengan tambang.

Sebenarnya masih panjang, ntar capek membacanya... saya juga capek menulisnya... Btw, yang terpenting sebenarnya adalah regulasi pemerintah pemberi ijin tambang. Tetapi terkadang regulasi saja tidak cukup kalau pelaksana regulasi selalu mencari celah-celah untuk mendapatkan keuntungan pribadi. Misalnya, pihak pemerintah (daerah terutama) bersedia melakukan rehabilitasi tambang, sehingga perusahaan tambang menyetorkan biaya yang dialokasikan untuk menutup tambang ke pemda. Begitu tambang ini berakhir, dana yang dikumpulkan di pemda sudah habis, entah dipakai apa... akhirnya penutupan tambang dilakukan seadanya atau kadang tidak dilakukan sama sekali alias ditinggalkan begitu saja. Dari sini lah bibit-bibit kerusakan akibat pertambangan yang banyak dijumpai di negara kita.

Demikian sekilap info...

Tidak ada komentar: