Selasa, 26 Februari 2008

Ketika referensi makin bertambah...

Pernahkah anda pusing karena draft skripsi/thesis/disertasi anda dikembalikan dosen pembimbing anda karena kelebihan referensi atau citasinya tanpa ada referensi? Anda mengetik daftar pustaka setiap memulai menulis karya ilmiah baru? Kalau anda belum mengenal database bibliografi barangkali hal seperti ini akan selalu membebani anda. Nikmatilah beban itu selagi anda menganggur. Namun, kalau sudah malas mengetik ulang referensi yang selalu anda pakai, perlu dipertimbangkan penggunaan database bibliografi.

Apasih database bibliografi itu? Apakah cukup kita melist data di dalam perangkat lunak spreadsheet? Seperti halnya database apa saja, database bibliografi memuat atribut lengkap dari suatu pustaka, seperti judul, pengarang, tahun terbit, alamat, jumlah halaman, dll. Atribut ini tergantung kepada jenis publikasi, apakah buku, kumpulan makalah, jurnal, majalah atau URL.

Di dunia LaTeX (dan LyX tentunya), ada perangkat lunak tambahan yang dapat mengelola database bibliografi. Perangkat lunak ini dikenal dengan nama BibTeX. Kata BibTeX berasal dari suatu alat bantu dan suatu format berkas yang dapat digunakan untuk menggambarkan dan memproses daftar pustaka, khususnya yang dihubungkan dengan naskah LaTeX. BibTeX dibuat oleh Oren Patashnik dan Leslie Lamport pada tahun 1985. Untuk memasukkan pustaka ke dalam format BibTeX ada beberapa perangkat lunak forehand yang bisa digunakan, seperti JabRef, Pybliographer, gbib, sixpack, dan tellico. Jika anda masih menggunakan Micro$oft Windows, JabRef adalah pilihan terbaik.

Lihat contoh berikut ini:
@Article{and95,
Author = {Andrew, R. L.},
Title = {Porphyry copper-gold deposits of the southwest
{P}acific},
Journal = {Mining Eng.},
Pages = {33-38},
Volume = {47},
year = 1995
}

Ini adalah salah satu contoh masukan database suatu artikel jurnal. Selain dengan beberapa perangkat lunak di atas, masukan pustaka ke dalam format BibTeX dapat juga dilakukan secara manual, misalnya dengan menggunakan perangkat lunak editor teks, seperti quanta, bluefish, atau pico (di Linux), write atau notepad (di Windows). Struktur pengetikan tiap pustaka seperti contoh di atas. Selamat mencoba.
 

Sabtu, 16 Februari 2008

Puncak "nafsu" gunungapi: orgasme a la gunungapi...

Indonesia dikenal dengan julukan "ring of fire" karena busur gunungapi
berada tepat di sepanjang kepulauan Indonesia atau lebih tepatnya di sepanjang busur Sunda-Banda yang tersebar dari Sumatra hingga sebelah timur Laut Banda. Di sepanjang busur ini puluhan gunungapi aktif dapat dijumpai. Membicarakan/mendiskusikan tentang gunungapi tidak terlepas dari bencana alam yang cukup dasyat. Gunungapi, meskipun sangat menakutkan namun dapat mendatangkan berkah bagi masyarakat luas, terutama yang berada di sekitarnya. Salah satunya adalah, aktivitas gunungapi mempercepat proses pembentukan tanah (tanah di sekitar gunungapi menjadi kaya akan unsur hara dan subur). Aktivitas letusannya akan menghasilkan bebatuan dengan ukuran yang berkisar dari halus sampai kasar. Batuan yang berukuran halus sangat mudah diubah oleh alam menjadi tanah, berbeda dengan batuan yang ukurannya kasar, harus mengalami beberapa proses untuk menjadi tanah. Inilah salah satu daya tarik manusia untuk hidup di sekitar gunungapi.

Anda percaya gunungapi bisa orgasme? Tentu sulit menyamakan prilaku gunungapi dengan manusia/hewan bertulang-belakang yang dapat mengalami orgasme ketika rangsangan seksual mencapai puncaknya...:-). Lalu, bagaimana gunungapi bisa dikatakan mengalami orgasme?

Seperti halnya manusia (tapi jangan bilang bumi juga manusia... kayak iklan di-TV yang sudah diralat, hik), lempeng bumi juga mempunyai aktivitas, saling menggesek (baca dukun geologi). Akibat gesekan ini plus beberapa faktor lainnya (tidak dijelaskan di sini), batuan mengalami pelelehan sebagian dan membentuk magma yang mempunyai tekanan tinggi. Semakin banyak magma terbentuk, semakin besar tekanan pada magma. Karena begitu kuatnya tekanan pada magma, lapisan di atasnya tidak sanggup menahannya. Maka gunungapi mencapai puncak rangsangannya atau meletus (orgasme). Variasi letusan tergantung energi dan siklus. Makin sering meletus, energi untuk letusannya makin lemah dan sebaliknya makin jarang energi makin besar, sehingga orgasme-nya makin kuat. Kekuatan orgasme gunungapi ini menghasilkan dua tipe letusan gunungapi, yaitu letusan yang bersifat efusif (leleran) dan letusan yang bersifat eksplosif (muncrat). Identik dengan manusia, bukan...:-). Silakan coba sendiri, ha..ha... (diinspirasi dari presentasinya Pak S. Bronto pada Seminar Nasional 15 Februari 2008).

Bagaimana gunungapi menjadi begitu tinggi? Letusan gunungapi yang berulang-ulang menghasilkan tumpukan batuan volkanik yang diendapkan di sekitar pusat letusan (kawah gunungapi). Tentunya letusan ini tidak menghabiskan seluruh badan gunungapi, seperti halnya letusan gunung Batur tua dan letusan gunung Krakatau. Makin banyak letusan, makin tinggi gunungapi tersebut.

Apa sisi positif gunungapi di sekitar kita? Apakah kita hanya menikmati bencananya? Tentu anda masih ingat, aktivitas gunungapi berhubungan dengan aktivitas magma di bawah permukaan bumi atau pada kerak bumi. Aktivitas magma akan menghasilkan dua hal, pertama panas bumi. Panasbumi bisa dimanfaatkan untuk listrik dan merupakan energi yang dapat diperbaharui atau lebih keren dengan istilah green energy (energi yang ramah lingkungan atau dalam bahasa Malaysia-nya energi yang mesra alam). Banyak panasbumi dijumpai di sekitar gunungapi aktif, seperti Gunung Salak, Dieng, Lahendong, dll. Selain sebagai sumber panasbumi, akitivitas gunungapi mendatangkan potensi wisata yang sangat menguntungkan. Selain pemandangan di sekitar gunungapi yang indah, mataair panas yang biasanya muncul di sekitar gunungapi dapat dimanfaatkan untuk mandi, seperti yang banyak di Jepang untuk on sen.