Selasa, 27 November 2007

Eksperimen... NO, kualitatif... YES!

Apakah geologi itu hanya identik dengan ketidakpastian atau kualitatif? Tidakkah geologi bisa dipakai untuk melakukan prediksi? Ada satu 'special issue' di majalah Geologische Rundschau tahun 2000 silam (sekarang majalah ini berganti nama menjadi, International Journal of Earth Science), tentang prediksi di geologi. Artikel-artikel hasil penelitian maupun eksperimen disajikan dengan bagus dan dalam bahasa Inggris tentunya. Walaupun judul majalahnya dalam bahasa Jerman.

Jangan berpandangan terlalu sempit tentang geologi. Belajar geologi tidak hanya mendeskripsi suatu materi bumi dan susunan keruangannya secara kualitatif saja... Eksperimentasi, penelitian dengan metode empiris juga dapat dilakukan. Sayangnya sejak kuliah Semester 1 hingga selesai selalu dijejali dengan data kualitatif. Data angka dirasa begitu asing bagi kalangan mahasiswa Jurusan Teknik Geologi. Bahkan mungkin di Fakultas Ekonomi yang termasuk ilmu sosial matakuliah yang berhubungan dengan kuantitatif lebih banyak dibandingkan di geologi. Ada apa dengan kuantifikasi di geologi?

Sebenarnya kesalahan terbesar terletak di awal kuliah/praktikum. Mahasiswa baru selalu dijejali dengan sesuatu yang sifatnya kualitatif. Sebagai contoh... ukuran kristal/butir pada deskripsi petrologi/petrografi selalu menggunakan istilah kualitatif. Mahasiswa lebih senang menggunakan ukuran perasaan dibandingkan mengukurnya dengan alat ukur seperti penggaris, mikrometer...:-(. Jadi kalau mereka mendeskripsi, kebanyakan akan menulis, ukuran butir pasir, lempung, atau halus, sedang, kasar. Sebenarnya dari sisi rekayasa ini tidak berarti apa-apa, karena tidak bisa dikuantifikasi. Padahal, sekarang ini sudah berkembang metode kuantitatif untuk segala bidang geologi termasuk pernik-pernik visualisasinya.

Mari ambil contoh bagaimana mengkuantifikasi sesuatu di geologi, mulai dari ilmu dasar (petrologi). Dalam deskripsi petrologi banyak hal yang bisa dinilai dengan kuantitatif, misalnya ukuran butir, tekstur, sortasi, kemas, dlsb. Sayangnya sering mahasiswa dijejali dengan hal-hal yang bersifat kualitatif, misalnya ukuran butir sedang-sedang saja... bukan yang, misalnya... ukuran butir 1,72 - 2.5 mm (rerata 2,02 mm). Secara rekayasa antara ukuran sedang-sedang saja dan 2,02 mm sangat jauh berbeda artinya. Begitu juga pada deskripsi batuan beku, misalnya ada istilah tekstur 'inequigranular' (ukuran tidak seragam). Tekstur ini bisa dikuantifikasi dengan menghitung bagaimana distribusi ukuran butirnya (CSD, Crystal Size Distribution). Contoh yang lain, sortasi jelek. Semua mahasiswa maupun lulusan geologi pasti tahu bagaimana sortasi yang jelek itu. Dari sisi rekayasa tidak artinya sampai disebutkan berapa indeks sortasinya.

Bagaimana dengan eksprimen? Bisakah geologi melakukan eksperimen? Sebenarnya gampang aja (niru istilahnya Gus Dur/Gus Pur). Yang paling sederhana, misalnya campurkan beberapa ukuran butir material yang persen tiap ukuran butirnya sudah ditentukan. Lalu letakkan dalam kolom, dan beri tekakan tertentu lalu ukur porositas dan permeabilitasnya. Dari eksperimen ini kita akan mendapatkan parameter ukuran butir (termasuk sortasi), dan tekanan. Parameter lain yang ditentukan adalah porositas dan permeabilitas. Eksperimen ini akan menghasilkan prediksi empiris dari porositas dan permeabilitas terhadap fungsi ukuran butir dan tekanan. Eksperimen yang sederhana dan mudah bukan? Tetapi masih lebih mudah jadi klik boy, he..he...

Demikian sekilas info...

Tidak ada komentar: