Indonesia terletak bagian tepi selatan dari lempeng Eurasia. Penunjaman lempeng Australia dari selatan dan lempeng Pasifik dari timur laut menjadikan Indonesia sebagai sebagian dari cincin api dunia (ring of fire) atau lebih tepatnya lingkaran gunungapi. Telah dijelaskan pada artikel yang lain (lihat tulisan sebelumnya), bahwa pergerakan lempeng Australia ke utara mendekati sekitar 12-an cm/tahun. Pergerakan yang sangat lambat tentunya. Jika pergerakan ini konstan kita tidak akan pernah merasakan apa-apa. Namun, bumi ini dinamis. Seperti orang membawa mobil atau motor, kadang jalanan macet hingga kendaraan harus berhenti, kadang jalanan kosong sehingga laju kendaraan mengalam percepatan. Pergerakan lempeng pun identik dengan dinamika pengendara mobil ini. Kadang tidak bergerak sama sekali, kadang tiba-tiba bergerak. Pergerakan tiba-tiba ini yang menghasilkan gempa. Nah, apakah ahli ilmu kebumian bisa meramal gempa?
Sebelum kita diskusikan masalah ini, mari kita lihat fenomena gempabumi yang pernah terjadi di Indonesia. Berikut ini adalah daftar gempabumi yang terjadi di Indonesia dalam kurun <5 tahun yang bersumber dari data KCM dapat dilihat pada Tabel Data Gempabumi Indonesia
Dari data di atas, terlihat bahwa betapa gempa muncul sangat tidak teratur dan tidak berpola. Jangankan linear (seperti yang ditulis di Surat Pembaca Kompas), metode tidak linear dan tidak beraturan seperti fractal saja sampai saat ini tidak dapat digunakan untuk meramal gempa secara pasti kapan akan terjadi. Hal seperti ini mirip dengan menduga manusia kapan pastinya akan lahir dan mati. Itulah dinamika bumi. Meskipun demikian, upaya untuk mencari fakta-fakta penanda gempa sebelum gempa terjadi (precursor) masih terus dicari. Beberapa kelompok ahli kebumian pernah mengklaim metodenya bisa dipakai untuk meramal gempa, tetapi pada gempa berikutnya metodenya meleset. Misteri munculnya gempa yang tiba-tiba masih merupakan misteri alam yang hingga saat ini belum bisa diramal.
Btw, kita tidak perlu memikirkan kapan akan terjadi gempabumi. Yang perlu dipikirkan adalah dimana daerah-daerah yang rawan terhadap gempa. Dalam hal ini, pertimbangan ahli geologi dan geofisika sangat dibutuhkan untuk menentukan daerah-daerah seperti ini (pembuatan peta zonasi kerentanan gempa). Dari peta ini akan dapat dirancang jenis-jenis bangunan untuk zona tertentu. Zona mana yang harus dihindari untuk bangunan-bangunan publik, seperti gedung-gedung bertingkat/hotel. Sehingga ketika gempa terjadi lagi, kerusakan yang diakibatkannya dapat ditekan seminimal mungkin. Gempa tidak membunuh manusia, tetapi bangunan yang hancur lah yang membuat manusia mengalami luka-luka atau bahkan terbunuh.
Langkah lain yang harus dipertimbangkan adalah membuat rumah-rumah tahan gempa. Rumah-rumah tradisional sebenarnya sangat tahan terhadap gempa. Di Yogyakarta ada rumah Joglo, Bali ada rumah tradisional Bali, Sulawesi/Kalimantan ada rumah panggung. Rumah-rumah seperti ini sebenarnya didesain oleh pendahulu/nenek moyang kita untuk menghadapi gempa, karena sejak jaman dulu nenek moyang kita sudah terbiasa dengan gempa. Kita terjebak pada modernisasi. Modernisasi telah merubah kekayaan budaya (rumah-rumah tradisional) menjadi rumah modern yang sangat rentan terhadap gempa.
Saran bacaan
- Achenbach, J., Essick, P., 2006. Di bagian mana gempa akan menyerang bumi? National Geographic (Indonesia) 04/2006.
- Geller, R.J., Jackson, D.D., Kagan, Y.Y., Mulargia, F., 1996. Enhanced: Earthquakes cannot be predicted. Science 275: 1616 (Science-Online)
- Hough, S. E., 2005. Earthquake: Predicting the unpredictable? Geotimes 03/2005.
- Main, I., 1999. Is the reliable prediction of individual earthquakes a realistic scientific goal? Nature 397.
2 komentar:
okey punya ... opini mengubah pola pikir .... bravo geology . salam kenal . http://om.ekosusanto.blogspot.com
ok, bagus juga isinya,,,buat namabh ilmuku yg masih cethek,,,,
lam knal ya,,,,
nooradinugroho.blogspot.com
Posting Komentar