Selasa, 13 April 2010

Banjir yang selalu terulang

Rasanya berita di TV atau media yang lain tidak pernah sepi dari banjir. Bukan banjir rejeki... tetapi banjir lumpur atau banjir air. Mungkin hampir semua negara yang mempunyai sungai besar, pasti pernah mengalami banjir. Lalu, mengapa tidak ada formula yang tepat untuk mengatasi banjir? Banyak janji manis pemimpin yang hanya OD (omong doang), entah alasan apalagi yang akan dipakai untuk menjawab kegagalannya mengatasi banjir. Kegiatan-kegiatan untuk mengatasi banjir tampaknya hanya seremonial belaka. Penamanan seribu bahkan sejuta pohon, begitu muncul di TV sudah cukup, sementara di sisi lain pembalakan liar tetap meraja lela. Namun, apakah alam hanya cukup dengan seremonial?

Semua orang sudah tahu, banjir disebabkan oleh kegagalan tanah mengurangi laju aliran permukaan dengan cara menyerapnya. Daerah resapan air banyak sudah beralih fungsi, seperti hutan-hutan banyak yang digunduli, areal tanah berubah menjadi beton dan aspal. Sampai kapan pun kita tidak akan sanggup mengatasi banjir...:-). Bagaimana mengatasi masalah banjir ini? Haruskah aktivitas terhenti hanya karena banjir? Ide ngawur ini mungkin bisa digunakan, kalau nggak anggap angin lalu saja.

  • di daerah 'langganan' banjir, masyarakat disarankan untuk membuat rumah panggung atau rumah minimal 2 lantai. Lantai dasar sebisa mungkin kedap air atau hanya tiang penyangga saja
  • desain pondasi dan tiang lantai 1 harus sesuai standard bangunan air, sehingga kalau kerendam banjir tidak apa-apa
  • tiap rumah harus mempunyai minimal 1 alat transportasi air. Jadi ketika banjir mobilisasi tetap bisa dilakukan, misalnya ke pasar, sekolah, dll.
  • pasar-pasar dan aktivitas publik yang lain tetap berjalan meskipun dalam kondisi banjir, tetapi di lantai 2 atau di atasnya. Jadi meskipun banjir, aktivitas tetap seperti tidak pernah banjir.
  • dlsb.

Tidak ada komentar: